Kabupaten Pamekasan lahir dari proses sejarah yang cukup panjang.
Nama Pamekasan sendiri baru dikenal pada sepertiga abad ke 16, ketika
Ronggo Sukowati mulai memindahkan pusat pemerintahan dari kraton
Labangan Daja ke kraton Mandilaras. Memang belum cukup bukti tertulis
yang menyebutkan proses perpindahan pusat pemerintahan sehinga terjadi
perubahan nama wilayah ini.
Begitu juga munculnya sejarah
pemerintahan di Pamekasan sangat jarang ditemukan bukti-bukti tertulis
apalagi prasasti yang menjelaskan tentang kapan dan bagaimana
keberadaannya. Munculnya sejarah Pemerintah Lokal Pamekasan,
diperkirakan baru diketahui sejak pertengahan abad ke lima belas (15)
berdasarkan sumber sejarah tentang lahirnya mitos atau legenda Aryo
Menak Sumoyo yang mulai merintis Pemerintahan Lokal di daerah Proppo
atau Parupuk Jauh sebelum munculnya legenda ini, keberadaan Pamekasan
tidak banyak dibicarakan. Diperkirakan Pamekasan merupakan bagian dari
pemerintahan Madura dan Sumenep, yang telah berdiri sejak pengangkatan
Arya Wiraraja pada tanggal 13 Oktober 1268 oleh Kertanegara.
Jika
pemerintahan lokal Pamekasan lahir pada abad 15, tidak dapat disangkal
bahwa Kabupaten ini lahir pada zaman kegelapan Majapahit yaitu pada saat
daerah-daerah pesisir di wilayah kekuasaan Majapahit mulai merintis
berdirinya pemerintahan sendiri. Berkaitan dengan sejarah kegelapan
Majapahit tentu tidak bias dipungkiri tentang kemiskinan data sejarah
karena di Majapahit sendiri dalam penataan untuk mempertahankan bekas
wilayah pemerintahannya sangat padat kegiatan dengan luas wilayah yang
sangat besar.
Saat itu sastrawan-sastrawan terkenal setingkat Mpu
Prapanca dan Mpu Tantular tidak banyak menghasilkan karya sastra,
sedangkan kehidupan masyarakat Madura sendiri, nampaknya lebih
berkembang sastra lisan dibandingkan dengan sastra tulis Graaf (2001)
menulis bahwa orang Madura tidak mempunyai sejarah tertulis dalam bahasa
sendiri mengenai raja-raja pribumi pada zaman pra-Islam.
Tulisan-
tulisan yang kemudian mulai diperkenalkan sejarah pemerintahan
Pamekasan ini pada awalnya lebih banyak ditulis oleh penulis Belanda
sehingga banyak menggunakan bahasa Belanda kemudian mulai diterjemahkan
atau ditulils kembali oleh sejarawan Madura, seperti Zainal Fatah
ataupun Abdurrahman. Memang masih ada bukti-bukti tertulis lainnya yang
berkembang di masyarakat, seperti tulisan pada daun-daun lontar atau
layang Madura, namun demikian tulisan pada layang inipun lebih banyak
menceritakan sejarah kehidupan para Nabi (Rasul) dan sahabatnya,
termasuk juga ajaran-ajaran agama sebagai salah satu sumber pelajaran
agama bagi masyarakat luas.
Masa pencerahan sejarah lokal
Pamekasan mulai terungkap sekitar paruh kedua abad ke-16, ketika
pengaruh Mataram mulai masuk di Madura, terlebih lagi ketika Ronggo
Sukowati mulai mereformasi pemerintahan dan pembangunan di Wilayahnya.
Bahkan, raja ini disebut-sebut sebagai raja pertama di Pamekasan yang
secara terang-terangan mulai mengembangkan Agama Islam di kraton dan
rakyatnya. Hal ini diperkuat dengan pembuatan jalan se jimat ,yaitu
jalan-jalan di alun-alun kota Pamekasan dan mendirikan masjid Jamik
Pamekasan. Namun demikian, sampai saat ini masih belum bisa diketemukan
adanya inskripsi ataupun prasasti pada beberapa situs peninggalannya
untuk menentukan kepastian tanggal dan bulan pada saat pertama kali ia
memerintah Pamekasan.
Bahkan zaman Pemerintahan Ronggo Sukowati
mulai dikenal sejak berkembangnya legenda Kyai Joko Piturun, pusaka
andalan Ronggo Sukowati yang diceritakan mampu membunuh Pangeran Lemah
Duwur dari Arosbaya melalui peristiwa mimpi. Padahal temuan ini sangat
penting karena dianggap memiliki nilai sejarah untuk menentukan hari
jadi kota Pamekasan.
Terungkapnya sejarah Pemerintahan di
Pamekasan semakin ada titik terang setelah berhasilnya invasi Mataram ke
Madura dan merintis pemerintahan lokal di bawah pengawasan Mataram. Hal
ini dikisahkan dalam beberapa karya tulis seperti Babad Mataram dan
Sejarah Dalem serta telah adanya beberapa penelitian sejarah oleh
sarjana Barat yang lebih banyak dikaitkan dengan perkembangan sosial dan
agama, khususnya perkembangan Islam di Pulau Jawa dan Madura, seperti
Graaf dan TH. Pigland tentang kerajaan Islam pertama di Jawa dan Banda
tentang Matahari Terbit dan Bulan Sabit.
Sejarah Arek Lancor Pamekasan – Seperti yang sudah pernah disinggung pada postingan tentang
sejarah pulau madura, bahwa
Kabupaten Pamekasan merupakan salah satu kabupaten paling muda diantara 4 kabupaten yang ada di
pulau madura. Sedangkan postingan
komunitas blogger madura kali ini akan sedikit mengupas hal yang memang sudah tidak asing lagi buat masyarakat
madura. Apalagi kalau bukan monumen arek lancor yang merupakan kebanggaan masyarakan Pamekasan.
Monumen
Arek Lancor yang terletak di jantung kota Pamekasan tepatnya di depan
masjid Agung Asy-syuhada dan dikelilingi jalan berbentuk lafadz Allah.
Hal ini mengandung makna yang sangat mendalam, bahwa kemerdekaan yang
telah kita raih merupakan rahmat Allah SWT, Yang Maha Kuasa. Betapa pun
para pejuang kita dengan bersenjatakan
Arek Lancor, bambu runcing dan senjata
tradisional lainnya dapat merebut dan mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Monumen Arek Lancor Pamekasan adalah monumen perjuangan yang merupakan tugu peringatan kepahlawanan rakyat
Madura
dalam mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan Negara Republik
Indonesia. Bentuk monumen menggambarkan kobaran api nan tak kunjung
padam yang terpencar dari perpaduan senjata tradisional rakyat
Madura
ArekLancor sebagai lambang dinamika yang menyala-nyala dari pejuangnya.
Monumen Arek Lancor berdiri tegak diatas landasan yang kokoh melukiskan
keteguhan dan kesiap-siagaan rakyat
madura dalam menghadapi setiap tantangan.
Masyarakat
Pamekasan dan pelancong biasanya pada sore hari dan malam hari baik
yang sekedar menghilangkan rasa jenuh atau melepaskan rasa lelah sambil
menikmati indahnya
monumen Arek Lancor
yang seakan menyala terkena terpaan sinar lampu di tengah rerimbunan
taman dan hiasan lampu yang beraneka warna menambah keindahan kota
Pamekasan di malam hari. Selain itu, a
cara rutin yang diadakan setiap hari minggu pagi diadakan senam sehat dan juga terdapat sarana olahraga tennis di areal
monumen arek lancor.
Tempat Wisata
WISATA ALAM
Beberapa obyek wisata alam unggulan di Kabupaten Pamekasan adalah Api
Tak Kunjung Padam, Goa Batu Bintang, Lembah Sembir, dan Panorama Alam
Pakong.
Api Tak Kunjung Padam
Api Tak Kunjung Padam merupakan ikon utama parwisata Kabupaten
Pamekasan. Lokasinya terletak di Desa Larangan Tokol Kecamatan Tlanakan
yang berjarak 4 Km dari pusat kota dengan prasarana jalan yang cukup
baik, juga telah tersedia kios dan artshop. Obyek ini memiliki
dayatarik baru dengan mengandalkan keajaiban alam berupa Api Abadi atau
Api Alam, dimana api ini berasal dari dalam tanah apabila di gali akan
uncul api dengan sendirinya. Atraksi wisata yang bisa kita lakukan,
yaitu bisa membakar sendiri jagung, ikan dll yang kita bawa atau bisa
kita beli disekitar obyek. Selain api alam terdapat juga sumber air
belerang yang konon katanya dapat menyembuhkan segala jenis penyakit
kulit, bahkan peneliti mengatakan air belerang ini bisa dijadikan bahan
untuk kosmetik.
Masyarakat lokal mengkaitkan keberadaan obyek wisata tersebut dengan
cerita legenda Ki Moko yang dianggap orang pertama yang menemukan api
alam dan sumber air belerang di Dusun Jangkah. Setiap malam bulan
Purnama lokasi wisata ini selalu ramai dikunjungi karena terdapat
pertunjukan pencak silat. Obyek wisata Api Tak Kunjung Padam ini
dijadikan sebagai lokasi perkemahan bagi pelajar maupun mahasiswa.
Sebagai langkah untuk pengembangan Obyek Wisata Api Tak kunjung
Padam, kawasan ini sangat cocok untuk areal perkemahan yang dilengkapi
sarana permainan
Outbound yang cukup diminati saat ini,
fasilitas game yang tersedia seperti permainan yang memberikan relaksasi
sekaligus proses pembelajaran secara elegan dan terkesan fun. Untuk
sumber air belerang sangat tepat dijadikan sumber pemandian air
belerang.
WISATA PANTAI
Madura khususnya Pamekasan merupakan daerah pesisir yang memiliki dua
wilayah pesisir, bagian Utara dan Selatan, dari 2 bagian wilayah ini
terdapat 3 lokasi wisata pantai yaitu Pantai Jumiang, Pantai Talang
Siring dan Pantai batu Kerbuy.
Pantai Jumiang
Jika hendak berlibur ditempat yang tenang, pantai satu ini pantas
untuk di kunjungi. Pantai yang berpasirkan putih dengan deburan ombak
yang menggelitik telinga dan melihat kearah Timur mata seakan dimanjakan
dengan bukit yang bertebing-tebing menambah eksotiknya Pantai Jumiang.
Pesisir ini masih sangat alami bahkan berbagai jenis kerang-kerangan
masih banyak ditemui dan tempat ini memang ideal untuk menikmati
sunrise ataupun
sunset.
Tempat ini bisa dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun sarana
transportasi mobil angkutan umum dan ojek dengan harga yang cukup
terjangkau. Pantai Jumiang terletak di Desa Tanjung Kecamatan Pademawu
berjarak kurang lebih 12 Km arah tenggara dari Kota Pamekasan dengan
Kondisi jalan aspal yang cukup baik.
Pantai ini memang belum apik dikelola masih butuh perhatian penuh
untuk menjadi obyek yang lebih menarik lagi, bila ada yang berinvestasi
tidak pernah ada kata rugi karena banyak potensi yang bisa digali
seperti bukit jumiang bisa dijadikan lokasi
meeting yang dilengkapi paket
Outbound dengan tujuan
customer selesai
meeting dapat
melakukan permainan outbound untuk melepas kepenatan, seperti permainan
menantang (challenge games) yang terdiri dari Climbing wall setelah
melewati akan meluncur di arena flying fox melintasi bukit bertebing
menuju Pantai.
Bagi wisatawan atau peserta meeting yang senang bermain air dan olahraga, bisa dilengkapi dengan permainan
perahu cano, Jet Ski, Banana Boat atau snorkeling karena dilihat dari kondisi pantai yang berombak landai dan tenang. Sarana ini nantinya memberikan kenyamana serta atraksi wisata bagi pengunjung sampai menjelang
Sunset tiba.
Pantai Talang Siring
Pantai Talang Siring terletak di Desa Montok Kecamatan Larangan,
berjarak ±14 Km arah Timur dari Kota Pamekasan, dapat ditempuh dengan
mobil angkutan umum. Lokasi wisata ini selalu ramai diknjungi wisatawan
karena letaknya berdekatan dengan jalan lintas trans Pamekasan – Sumenep
dengan waktu tempuh 15 menit. Yang bisa dinikmati dari obyek ini yaitu
pemandangan hutan mangrove disisi sebelah selatan dan sisi sebelah utara
bisa menikmati kesibukan nelayan dengan jaring dan perahu
tradisionalnya. Pantai talang siring sangat tepat untuk melepas
kepenatan ataupun sekedar nongkrong bersama relasi, teman bahkan
keluarga dengan pantai berbatu karang yang terhempas oleh ombak menambah
keindahannya.
Sarana pendukung sangat dibutuhkan pada obyek ini seperti pengadaa
gozebo, art shop, MCK dan yang terpenting restoran/rumah makan berskala
besar dengan konsep kuliner tradisonal Madura khususnya Pamekasan karena
lokasinya berada dipinggir jalan trans Sumenep Pamekasan dengan tujuan
bus-bus pariwisata yang mengunjungi atau setelah berkunjung ke Kabupaten
Sumenep bisa singgah atau istirahat sambil makan siang di Pantai ini.
Pantai Batu Kerbuy
Obyek wisata Pantai Batu Kerbuy terletak di Desa Batu Kerbuy
Kecamatan Pasean dengan luas areal sekitar 5 ha, berjarak ±45 Km arah
utara dari Kota Pamekasan, obyek wisata ini sangat mudah dijangkau
karena posisinya berdekatan dengan jalan raya pantura jurusan Bangkalan –
Sumenep. Keindahan alam pantainya yang menarik dengan pantai berpasir
putih dan berombak yang cukup besar sangat cocok untuk kegaiatan
olahraga selancar air (surfing).
Nama Batu Kerbuy diambil dari sebuah batu yang menyerupai Kerbau,
terletak sekitar 8 Km dari lokasi pantai yaitu di lokasi perbukitan.
Menurut legenda batu tersebut berasal dari manusia yang disabda menjadi
hewan Kerbau. Atraksi wisata yang biasa diadakan dipantai ini adalah
uapacara Petik Laut yang diselenggarakan antara bulan September dan
Oktober, sebelum musim hujan yang berlangsung pada siang hari antara jam
14.00 – 17.00, pada malam harinya diadakan pertunjukan wayang topeng
semalam suntuk, serta upacara ritual menitik air rendaman yang
diperuntukkan dan diyakini masyarakat mendapat syafaat Nabi Khidir.
WISATA SEJARAH
Obyek wisata sejarah andalan yaitu Monumen Arek Lancor yang menjadi
icon Kabupaten Pamekasan dan Museum Umum yang mengukir sejarah Kota
Pamekasan.
MONUMEN ARE’ LANCOR
Monumen Are’ Lancor terletak di jatung Kota Pamekasan, dikelilingi
jalan berbentuk Lafadz Allah. Hal ini mengandung makna yang sangat
mendalam, bahkan kemerdekaan yang diraih oleh masyarakat Pamekasan
adalah Rahmat Allah SWT. Are’Lancor ini adalah Monumen Perjuangan yang
merupakan tugu peringatan kepahlawanan rakyat Madura dalam
mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan Negara RI.
Bentuk monumen menggambarkan kobaran api nan tak kunjung padam yang
terpancar dari perpaduan senjata tradisional rakyat Madura “Are’ Lancor”
(Celurit) sebagai lambing dinamika yang menyala-nyala dari pejuangnya,
dan berdiri tegak di atas landasan yang kokoh melukiskan keteguhan dan
kesiap siagaan rakyat Madura dalam menghadapi setiap tantangan.
Masyarakat Pamekasan dan pelancong biasanya pada sore dan malam hari
baik sekedar menhilangkan rasa jenuh atau melepas rasa lelah sambil
menikmati keindahan taman sekitar monumen Are’ Lancor. Acara rutin yang
diadakan setiap hari minggu pagi diadakan senam sehat di areal monument
dan juga terdapat sarana olahraga tennis.
MUSEUM UMUM DAERAH
Museum umum Kabupaten Pamekasan mengoleksi benda-benda bersejarah
berupa keris dan senjata bersejarah mulai masa berkuasanya Sultan Agung
Mataram dan VOC, Zaman Pangeran Jokotole, Panembahan Ronggosukowati
(masa Pemerintahan Bonorogo). Ada juga Layang Kuno / Kitab Kuno yang
terbuat dari daun lontar dan ada pula dari kertas kapas bertuliskan
aksara jabhan peninggalan dari Aryo Menak Sanoyo serta masih banyak lagi
koleksi-koleksi bersejarah lainnya.
Lokasi museum berdekatan dengan Monumen Are’ Lancor yang baru
diresmikan oleh Bapak Bupati Kholilurrahman pada tanggal 18 Maret 2010.
Obyek wisata di buka untuk umum, setiap hari mulai jam 07.00 – 17.00
WIB untuk malam hari di buka mulai jam 18.00 – 21.00 WIB. Pada hari
Sabtu dibuka mulai jam 07.00 – 23.00 WIB dan pada hari minggu di buka
pada jam 05.00 – 17.00 WIB.
Peluang yang bisa dikembangkan yaitu menambahkan koleksi benda
bersejarah yang masih ada di tangan masyarakat yang bertujuan untuk
menjaga serta melestarikan agar tidak jatuh pada tangan-tangan yang
tidak bertanggung jawab serta dipersalahgunakan.
WISATA RELIGI
Wisata ini menjadi adalan bagi kepariwisataan Pamekasan, dilihat dari
data kunjungan wisata, wisata inilah yang setiap harinya banyak
dikunjungi. Di Kabupaten Pamekasan ada 3 tempat yang bisa dikunjungi,
yaitu:
PASAREAN BATU AMPAR
Bagi warga Pamekasan nama Pasarean Batu Ampar sangat melekat, karena
pusara Batu Ampar yang terletak di desa Pangbatok Kecamatan Proppo (15
Km dari kota) merupakan pusara yang mempunyai sejarah tersendiri.
Istilah Batu Ampar bersala dari bahasa Madura yang artinya
Bato dan Ampar, Bato yaitu batu sedangkan
Ampar artinya berserakan tetapi teratur ibarat permadani yang dihampar, batu-batuan yang meluas dan merata.
Beberapa kesan menyatakan kekeramatan pusara Batu Ampar yang tidak
putus-putusnya dikunjungi oleh masyarakat dari segala penjuru tempat,
baik masyarakat Madura, Jawa, dan Luar Jawa. Pada umumnya orang-orang
yang mempunyai niat baik bila masuk ke lingkungan Batu Ampar akan
merasakan ketenangan batin dan merasa betah tinggal ditempat tersebut.
Kesan ini timbul karena pusara Batu Ampar merupakan makam para ulama
yang memiliki Karamatullah yang besar setara dengan Waliyullah atau
Walisongo.
Sarana peribadatan dan penginapan serta suasana tenang cukup
mendukung bagi peziarah. Prasarana jalan dan angkutan umum menuju tempat
tersebut cukup memadai dan tersedia.
Pengembangan yang bisa dilakukan yaitu dengan membenahi sarana
prasarana yang ada sehingga tidak terkesan kumuh, sehingga menambah
tingkat kesakralan tempat tersebut karena dilihat banyaknya pengunjung
setiap harinya, dan puncaknya pada saat Maulid Nabi dan saat mendekati
Bulan Ramadhan serta Bulan Ruah. Potensi lainnya bisa dijadikan
rangkaian paket wisata ziarah Wali Songo.
VIHARA ALOKITESVARA
Obyek ini berada di Kampung Candi Desa Monto’ Kecamatan Galis ± 14 Km
dari Kota Pamekasan, berdekatan dengan Pantai Talang Siring. Vihara
terbesar kedua di Pulau Jawa dan salah satu ke unikannya yaitu di dalam
komplek terdapat Musholla, Gereja dan Pura yang melambangkan kerukunan
umat beragama.
Sejarah berdirinya wihara diawali dengan sebelum masuknya agama Islam
ke Pulau Madura, pada saat itu masyarakat Madura memeluk agama Budha.
Pada peradaban Budha, terdapat rencana untuk membangun candi yang gagal
di buat di desa Candi Burung dan akhirnya arca yang didatangkan dari
Pulau Jawa (masa kerajaan Majapahit) hanya sampai pada suatu desa yang
saat ini menjadi lokasi wihara dan arca tersebut masih tersimpan.
Rata-rata asal pengunjung atau peziarah yang datang yaitu dari Medan,
Sumatera, Lampung dll, bahkan dari Luar Negeri.
Harapan dengan adanya obyek ini dapat dijadikan pusat kegiatan
keagamaan bagi pemeluk agama budha pada khususnya, karena dilihat dari
sejarah bahwa wihara ini adalah wihara terbesar ke dua di Pulau Jawa,
maka perlu adanya renovasi dan pengembangan.
SITUS PANGERAN RONGGOSUKOWATI
Obyek Pemakaman Pangeran Ronggosukowati terletak di Kelurahan
Kolpajung Kabupaten Pamekasan kira-kira 1 Km sebelah utara alun-alun
Kota Pamekasan. Situs ini merupakan komplek makam Pangeran
Ronggosukowati dan keluarganya, Pangeran Ronggosukowati adalah cicit
dari sang tokoh perintis daerah kekuasaan Pamellengan (Pamekasan) Ki
Ario Mengo. Kekuasaan Pamellengan ditahtakan kepada Ronggosukowati
(1530) dan beliau rubah menjadi Pamekasan sebagai ikrar untuk mandiri.
Ronggosukowati raja islam pertama dan memang merupakan
pembangun/pendiri Pamekasan, beliau memerintah dari tahun 1530-1616,
beberapa peninggalannya walaupun sudah mengalami beberapa kali renovasi
seperti taman kota, Mesjid Jamik dan beberapa nama kota seperti
Pongkoran, Menggungan, Pangeranan, Kolpajung dan lainnya. Rakyat
Pamekasan sangat setia dan hormat kepadanya membuat Lemah Duwur dari
Arosbaya iri dan memnyebabkan peristiwa kolam si Ko’ol. Bahkan
kesastriaannya yang heroik sangat membanggakan rakyat Pamekasan hingga
saat ini. Sang pendiri Pamekasan gugur dalam Perang Puputan pada tanggal
1 Agustus 1624 melawan/menentang keangkaramurkaan dari politik ekspansi
Sultan Agung dari Mataram. Ronggosukowati dinobatkan sebagai pahlawan
penentang politik ekspansi Sultan Agung dari Mataram pada tanggal 12
Robiul awal 937 H atau 3 Nopember 1530 (Hitti, 1951 dan Pigaud, 1960).
MASJID AGUNG ASSYUHADA”
Masjid Agung Assyuhada’ di bangun pada masa pemerintahan Ronggo
Sukowati, yang awal mulanya di sebut dengan “Mesjid Rato”. Mengenai
bentuk dari Masjid Rato kemungkinan serupa dengan Langgar Gajam, bahkan
bentuk Masjid Sunan Giri awal mulanya menyerupai Langgar Gajam.
Setelah datangnya kekuasaan Mataram di Pamekasan barulah ada
kejelasan bahwa Mesjid Rato dibongkar total bersamaan dengan Keraton
Mandilaras. Agar semua yang berbau Ronggo Sukowati hilang dari ingatan
rakyat Pamekasan, di atas tanah tempat Mesjid Rato dibangun
Mesjid sesuai selera Sultan Agung yaitu bentuk yang disetujui
Walisongo berupa bangunan segi empat beratap Tajug Tumpang Tiga dengan
puncak bermahkota yang disebut Mustuko yang terbuat dari tembaga, di
depannya terdapat serambi dan di dalam merupakan ruang haram dengan
empat soko guru.
Pada abad ke 20 Mesjid ini mengalami beberapa kali perubahan,
kemudian di zaman Pemerintahan Belanda atas saran Psykolog berbangsa
Belanda bernama Van Der Plaas untuk mengambil hati penduduk Pamekasan
Mesjid harus di perbesar bergaya skala kota. Saat itu bertepatan dengan
pemerintahan Bupati Raden Ario Abd. Aziz (1939) Masjid Jami’ dibongkar
total dan dibangun kembali dengan ukuran 50 x 50 meter berpilar 16,
tanpa serambi namun masih beratap tajug tumpang tiga. Di depan kiri
kanan berdiri menara kembar. Beduk yang semula ada di serambi setelah
direnovasi ditempatkan di atas menara.
Kembali Mesjid Jamik direnovasi yaitu perluasan ke depan yaitu
tambahan serambi yang didesain menyerupai bagian mesjid Blimbing di
Kabupaten Malang. Pada renovasi tesebut Mesjid Jamik Kota Pamekasan
menjadi Mesjid Asy-Syuhada (nama ini mengenang para Suhada saat serangan
fajar di depan dan didalam Mesjid Jamik 16 Agustus 1947 oleh Pasukan RI
di Pamekasan untuk mengusir Belanda). Nama Mesjid Asy-Syuhada menjadi
Mesjid Agung Asy-Syuhada pada tahun 1985 setelah mengalami pelebaran
samping kanan dan kiri. Dan pada tahun 1995 untuk terakhir rehab total
seperti pada saat rehab tahun 1938-1939, mesjid dibangun persegi empat
dengan ukuran 60 x 60 meter, atap bukan tajug tetapi diganti kubah khas
Timur Tengah berlantai tiga, lantai pertama tempat pertemuan sanitasi,
gudang dan kantor. Lantai dua merupakan ruang inti. Tiang utama kembali
kepada mesjid Jamik Mataram, bersoko guru empat yang tembus kea tap di
lantai tiga dan lantai tiga juga ditempati jemaah dimana
pandanganterbuka ke arah mihrab. Mimbar terletak disisi mihrab yang
merupakan sisa tahun 1939.
Di samping kiri dan kanan ruang haram termasuk juga di depan terdapat
serambi sehingga dengan tiang soko guru yang empat nampak jelas
tradisionalnya, namun dari fisik menara yang di desain peluru terlihat
anggun dan pandangan keseluruhan dari bentuk mesjid sesuatu bernilai
lebih bagi kecantikan Kota Pamekasan Sendiri.